Minggu, 17 Desember 2017

BAB 12 TEORI STRUKTUR MODAL

TEORI STRUKTUR MODAL


1.           Pendekatan Tradisional

Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2.           Pendekatan Modigliani dan Militer ( MM )

Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan hutang.

2.1       Prpoposisi MM Tanpa Pajak

Proposisi MM Tanpa Pajak MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka :
1.Tidak ada pajak
2.Tidak ada biaya transaksi
3.Individu dan perusahaan meminjam pada tingkat yang sama.
Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua proposisi yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak.

2.1.1      Proposisi 1 ( Tanpa Pajak )

Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sebagai berikut ini:
VL = VU
VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan hutang (value for leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang (100% saham, atau value for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).

2.1.2         Proporsi 2 ( Tanpa Pajak )

Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
ks = ko + B / S (ko – kb)
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang B/S = rasio hutang dengan saham
 kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang (tingkat bunga)
Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.

2.2       Proporsisi MM dengan Pajak

2.2.1    Proporsi 1 ( dengan Pajak )

Nilai perusahaan dengan hutang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang plus penghematan pajak karena bunga hutang. Formula untuk pernyataan tersebut:
VL     = VU Tc B
= EBIT ( 1 – Tc )  +  Tc . Kb . B
Ko                       kb
Tc = Tingkat pajak (perusahaan)
B = Besarnya hutang
Ks = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Kb = Tingkat keuntungan hutang (tingkat bunga)
Ko = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Pendapatan sebelum pajak dan bunga)
Nilai perusahaan tanpa hutang merupakan present value dari tingkat keuntungan EBIT (Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan dengan biaya modal saham tanpa hutang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan biaya modal hutang (kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena risiko yang berbeda antara EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas untuk pemegang hutang).

2.2.2    Proporsi 2 ( dengan Pajak )

Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan:
ks = ko + B / S (1 – Tc) (ko – kb)
Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang (meskibiaya modal sahamnya meningkat).

3.           Teori Trade-Off dalam Struktur Modal

Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal:
1. Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis. 2. Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan hutang (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang hutang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini. VL = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]

4.           Model Miller dengam Pajak Perusahaan dan Personal

Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.

Penghematan pajak = VL - VU = tc . B
Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus membayar pajak jika mereka menerima dividen (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang hutang). Menurut Miller, nilai perusahaan yang menggunakan hutang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut ini.
VL = VU + { 1 – [(1 – Tc) (1 – ts)  ] / (1 – tb) } B
VL = Nilai perusahaan dengan hutang
VU = Nilai perusahaan tanpa hutang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham (atas dividen dan capital gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang hutang (atas bunga)
B = Hutang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas pemegang hutang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa implikasi. Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts), maka persamaan di atas menjadi, 

VL = VU + (1 – 1) B = VU
Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga hutang.

5.      Pecking Order Theory Teori trade-off

Pecking Order Theory Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer akan berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut ini.
1.Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2.Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
3.Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain.
4.Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
 Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori tersebut menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil.

6.      Teori Asimetri Informasi dan Signaling

Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat. Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan pihak lainnya.

6.1.  Myers dan Majluf (1977)

Menurut Myers dan Majluf (1977), ada asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar: manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan pihak luar.

6.2. Signaling (Ross, 1977)

Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak, sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda atau signal positif.

7.    Teori Lainnya

7.1. Pendekatan Teori Keagenan (agency approach)

Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free-cash flow (Jensen, 1985). Free-cash flow dalam konteks ini didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai. Tetapi ada kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk freecash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free-cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga).

7.2. Pendekatan Interaksi Produk/Input dengan Pasar

Model ini berangkat dari teori organisasi industri, dan relatif baru dibandingkan teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini: (1) Menjelaskan hubungan antara struktur modal perusahaan dengan strategi, dan (2) Menjelaskan hubungan antara struktur modal dengan karakteristik produk atau input. 7.3. Kontes atas Pengendalian Perusahaan Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan yang menjadi target (dalam pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, dan mengakibatkan kenaikan harga saham. Tingkat hutang berhubungan negatif dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka pada proses pengambilalihan usaha).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 14 ANALISIS INVESTASI LANJUTAN

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN: PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE 1.             Metode Adjusted Present Value (APV) 1.1.     Kerang...