ARBITRAGE PRICING THEORY,
MODEL EMPIRIS , DAN PENGUJIAN EMPIRIS
MODEL KESEIMBANGAN
11. Arbitrage Pricing Theory ( APT )
1.1 Proses Arbitrase
Proses Arbitrase
Kegiatan arbitrase adalah kegiatan yang berusaha memperoleh keuntungan
arbitrase.
Keuntungan arbitrase
adalah keuntungan yang diperoleh dengan modal nol dan risiko nol. Proses
arbitrase akan mendorong berlakunya hukum satu harga (the law of one price).
Hukum tersebut pada dasarnya mengatakan bahwa aset dengan karakteristik yang
sama akan terjual dengan harga yang sama dimanapun di dunia ini. Misalkan Rf =
10%, tingkat keuntungan M = 20%, beta M = 1, beta Y = 0,5, dan tingkat
keuntungan Y = 12%.
Membentuk portofolio M
dengan Rf (dengan nama X), dengan komposisi sedemikian rupa sehingga beta
portofolio X tersebut sama dengan beta Y, yaitu 0,5. Beta portofolio merupakan
rata-rata tertimbang beta individualnya sebagai berikut ini.
βP = ∑ wi βI
βP = beta portofolio
∑
= simbol penjumlahan
wi = bobot atau proporsi untuk aset i
βi = beta
aset i
Karena βM = 1, dan βRF
= 0, maka proporsi masing-masing adalah 50%. Dengan demikian beta portofolio X
akan sama dengan 0,5.
βX
= (0,5 × 0) + (0,5 × 1) = 0,5
Kemudian kita menghitung tingkat keuntungan
sebagai berikut.
E(RX) = (0,5 × 20%) +
(0,5 × 10) = 15%
Kita bisa membandingkan
tingkat keuntungan dan beta portofolio X dengan Y sebagai berikut ini.
E(RX) = 15% βX = 0,5 E(RY) = 12% βY=0,5
Dari perbandingan
tersebut terlihat bahwa meskipun risiko sistematis keduanya sama, yaitu 0,5,
tetapi tingkat keuntungannya berbeda.
Arbitrase bisa
dilakukan dengan jalan men-short sales aset Y, kemudian kas masuk dipakai untuk
membeli portofolio X, yang berarti membeli 50% pada portofolio M dan 50% pada
aset bebas risiko.
Keuntungan dan risiko kegiatan
tersebut adalah (X minus Y):
Ø Keuntungan
= 15% - 12% = 2%
Ø Tambahan
risiko = 0,5 - 0,5 = 0
Ø Tambahan
modal = 0
1.2 Model Arbitrage Pricing Theory
Model
Arbitrage Pricing Theory Proses penghasilan return (return generating process)
menurut APT bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
Ri = E(Ri) + β1
(RF1 - E(RF1)) + …… + βn (RFn – E(RFn))
+ ei…… (1)
Ri
= tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
E(Ri)
= tingkat keuntungan aset i yang diharapkan
Β1
… βn = risiko sistematis aset terhadap faktor 1 ... faktor N
RF1 ... RFn = tingkat
keuntungan dari faktor 1 ...
E(RF1)…
E(RFn) = tingkat keuntungan yang diharapkan dari faktor 1…faktor N
Faktor
tersebut bisa berupa faktor pasar (RM, seperti dalam CAPM) atau faktor lainnya,
seperti faktor ekonomi (pertumbuhan GNP, inflasi, dan sejenisnya). Return bisa
dipecah ke dalam return yang diharapkan dan return yang tidak diharapkan:
R = E(R) + Unexpected (Tidak Terduga) ……… (2)
Return yang
tidak terduga bisa dipecah ke dalam dua tipe: (1) Return yang tidak diharapkan
yang berasal dari kejutan (surprises) faktor-faktor tertentu. Kejutan tersebut
bersifat sistematis (tidak bisa dihilangkan melalui diversifikasi), dan (2)
Return yang tidak diharapkan yang berasal dari kejutan (surprises) dari
perusahaan spesifik.
Ri = E(Ri) + βi -
inflasi Finflasi + βi - GNP FGNP + βi - tkt-bunga Ftkt - bunga + εi ……… (3)
1.3 Perbandingan CAMP dengan APT
CAPM
dan APT merupakan dua model yang berusaha menjelaskan return atau tingkat
keuntungan. Keduanya ‘bersaing’ menjadi model terbaik yang bisa menjelaskan
return.
Bentuk dari CAMP : E(Ri)
= RF + βi [ E(RM) - RF ]
Bentuk
dari APT : E(Ri) = RF + βit (E(Rfi) – Rf ) + βi2
(E(Rf2) – Rf )
2. Pengujian Model Keseimbangan
2.1 Data Historis dan Berdasarkan
Ekspetasi ( Pengharapan ) Dalam CAMP
Pengujian
Model Keseimbangan Data Historis dan Model Berdasarkan Ekspektasi (Pengharapan)
dalam CAPM Salah satu masalah dalam pengujian CAPM adalah CAPM ditulis dalam
bentuk ekspektasi (pengaharapan). Pengujian empiris dengan demikian harus
melihat proksi untuk variabel pengaharapan tersebut. Tentu saja hal tersebut
merupakan masalah yang sangat sulit karena pengharapan sangat sulit
diobservasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, data historis sering digunakan
sebagai proksi pengharapan di masa mendatang. Asumsi yang digunakan adalah pola
data historis adalah stabil, dan secara umum (rata-rata) dalam jangka panjang,
pengharapan investor akan terbukti benar. Dua argumen tersebut mendasari
dipakainya data historis sebagai pengukur harapan (ekspektasi) di masa
mendatang.
Argumen
lain menggunakan pendekatan sebagai berikut ini. Menurut model pasar, return
suatu saham dipengaruhi oleh return pasar sebagai berikut ini.
R~it = αi +
βi (R~Mt) + e~it
Dimana
tanda ~ berarti variabel tersebut bersifat random. Return yang diharapkan bisa
dituliskan sebagai berikut.
E(Ri) = αi + βi E(RM)
atau E(Ri) - αi - βi E(RM) = 0
Dengan
menambahkan term tersebut (yang nilainya 0, sehingga penambahan term tersebut
tidak akan berpengaruh).
2.2 Pengujian Empiris CAMP
Pengujian Empiris CAPM Baik tidaknya
suatu model bisa dilihat pada kemampuannya menjelaskan fenomena. Meskipun CAPM
dibangun atas dasar asumsi yang tidak realistis, tetapi baik tidaknya CAPM akan
ditentukan oleh kemampuannya menjelaskan fenomena.
Beberapa implikasi dari CAPM bisa
ditarik, yaitu:
(1)Semakin besar risiko sitematis pasar (bi)
akan semakin tinggi tingkat keuntungan aset tersebut
(2)Hubungan antara risiko sistematis dengan
tingkat keuntungan (return) bersifat linear
(3)Hanya risiko sistematis yang dikompensasi oleh
kenaikan tingkat keuntungan (return). Risiko atau faktor lainnya tidak ada
hubungannya dengan return.
Pengujian oleh Black, Jensen, dan
Scholes (1972)
Black, Jensen, dan Scholes (1972) menguji CAPM
cukup mendalam. Mereka melakukan pengujian CAPM melalui pengujian time-series
dan cross-sectional. Pertama, mereka menguji model time-series CAPM
Rit – RFt = αi + βi (RMt - RFt) + eit
Jika
CAPM menjelaskan return, maka kita bisa mengharapkan nilai αi = 0. Kita bisa
menggunakan saham (sampel) yang banyak, dan kemudian untuk setiap sampel,
dijalankan regresi seperti di atas. Kemudian distribusi alpha (αi ) atau
intercept bisa dilihat dan diuji, apakah sama dengan nol atau tidak.
Pengujian
oleh Fama dan MacBeth (1973)
Fama dan MacBeth (1973)
melakukan pengujian CAPM dengan menggunakan spesifikasi berikut ini.
Rit = γ0t + γ1t βi + γ2t βi2 + γ3t Sei
+ ηit
Spesifikasi tersebut
ditujukan untuk menguji hipotesishipotesis berikut ini.
Hipotesis 1: Menurut
CAPM, ada hubungan antara risiko sistematis dengan return. Jika hal tersebut
berlaku, kita bisa mengharapkan nilai koefisien regresi γ1t adalah positif
Hipotesis 2: Menurut
CAPM, hubungan antara risiko sistematis dengan return bersifat linear. Jika
hipotesis tersebut didukung oleh data empiris, maka koefisien regresi γ2t
mempunyai nol. βi2 (beta dikuadratkan) dimaksudkan untuk melihat non-linearitas
hubungan antara risiko sistematis dengan return.
Hipotesis 3: Menurut
CAPM, hanya risiko sistematis yang dihargai oleh pasar. Risiko tidak sistematis
tidak dihargai oleh pasar. Sei dipakai sebagai proksi untuk risiko tidak
sistematis (residual). Jika CAPM didukung oleh bukti empiris, maka koefisien
regresi γ3t mempunyai nilai 0.
2.3 Pengujian APT
Salah
satu kelemahan APT adalah faktor-faktor dalam APT tidak pernah disebutkan
dengan jelas. Menurut modelnya, faktor-faktor tersebut diserahkan pada
penelitian empiris, baik jenis maupun jumlahnya. Pada dasarnya ada dua jenis
penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut. Pertama, menggunakan
analisis faktor. Dengan analisis ini, return untuk semua aset dimasukkan.
Kemudian analisis fakor akan mengelompokkan return-return tersebut ke dalam
jumlah yang lebih sedikit. Setelah diperoleh faktor-faktor tersebut, kita bisa
melanjutkan pengujian untuk memperoleh factor loadings (beta atau risiko
sistematis) atas faktor-faktor tersebut, untuk setiap sahamnya.
3. Model Empiris dan Model Tiga Faktor
3.1 Model Empiris
4.
Model Empiris Model empiris dalam
penentuan tingkat keuntungan yang diharapkan didasarkan pada pengamatan
empiris, berbeda dengan model CAPM atau APT yang didasarkan pada pengembangan
teori. Model empiris tersebut melihat adanya pola-pola tertentu di pasar
keuangan, yang mempengaruhi tingkat keuntungan. Bagian atas (pengujian empiris)
menunjukkan adanya anomalianomali yang tidak bisa dijelaskan oleh model-model
keseimbangan risiko-return. Anomali tersebut adalah (antara lain) anomali
ukuran (size), anomali rasio PER (Price Earning Ratio), dan anomali rasio BE/ME
(Book Value to Market Value of Equity). Dengan menggunakan ketiga anomali
tersebut, kita bisa mengembangkan model empiris, misal seperti berikut ini.
E(Ri) = RF + βi 1 (Size) + βi 2 (PER) +
βi 3 (BE/ME) + eit
βi
bisa diestimasi berdasarkan data historis (time-series). Setelah βi dihitung,
tingkat keuntungan yang diharapkan untuk suatu aset bisa dihitung. Karena tidak
didasarkan pada teori, maka kritik utama untuk model empiris adalah pola-pola
yang muncul tersebut kemungkinan hanya muncul karena kebetulan.
3.2
Model Tiga Faktor Fama French
Berangkat dari
anomali-anomali yang telah ditemukan, Fama dan French (1992) berargumentasi
bahwa garis SML seharusnya dipengaruhi oleh tiga faktor. Ketiga faktor tersebut
adalah:
(1)Beta CAPM, yang
mengukur risiko pasar
(2)Size (ukuran) saham, yang dilihat melalui
nilai kapitalisasi pasar saham (jumlah saham yang beredar dikalikan dengan
harga saham). Saham kecil cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi, karena
itu mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham
besar.
(3)Nilai buku saham
dibagi dengan nilai pasar saham (Book-to-Market ratio). Nilai rasio B/M yang
besar mencerminkan investor yang pesimistis terhadap masa depan perusahaan.
Sebaliknya, jika investor optimistik terhadap masa depan perusahaan, maka nilai
B/M akan kecil (nilai pasar saham jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai
bukunya). Saham dengan nilai B/M besar cenderung lebih berisiko (kemungkinan
bangkrut lebih besar) dibandingkan dengan saham dengan nilai B/M rendah, dan
dengan demikian mempunyai tingkat keuntungan yang diharapkan lebih tinggi
dibandingkan dengan saham dengan B/M rendah.